PENDIDIKAN ISLAM DAN TREND PERUBAHAN KEBIJAKAN BARU PENDIDIKAN ISLAM



A.    Latar Belakang
Pengajaran Islam kepada semua manusia merupakan salah satu kewajiban utama dalam Islam. Ajaran Islam yang diterima Nabi dan Rasul yang pertama kali bisa dikenal oleh generasi berikutnya bahkan sampai generasi sekarang disebabkan adanya kegiatan pengajaran tersebut. Tanpa transformasi pengetahuan ke-Islaman terputuslah suatu generasi Islam ke generasi berikutnya. Sebagai konsekwensi misi Islam yang diperuntukkan bagi semua bangsa untuk sepanjang masa adalah kesungguhan umat Islam untuk menyebarkan Islam seluas-luasnya tanpa mengenal batas geografis dan etnis dalam semua perjalanan waktu. Setiap masa memiliki karakteristiknya sendiri dan saat ini transformasi pengetahuan ke-Islaman berada pada masa dengan karakteristik yang luar biasa kecepatan perubahannya. Dari tradisional ke moderen dan selanjutnya ke post-moderen. Dari perubahan yang bersifat lokal nasional menjadi multinasional dan selanjutnya ke era global. Pesan pendidikan dan pengajaran tetap sama yaitu Al Qur’an dan hadits. Akan tetapi peserta didiknya berbeda, terutama pada era global seperti sekarang ini. Pada era ini, masyarakat yang merupakan stakeholders berbagai lembaga pendidikan memiliki pola pikir, interaksi sosial dan produk budaya dalam bidang sains dan teknologi yang amat jauh berbeda dengan masa[1]
Dalam konteks perubahan zaman, perkembangan institusi pendidikan Islam tidak sepenuhnya dapat menghindar dari perubahan, sebagaimana pondok pesantren, lembaga-lembaga pendidikan islam lainnya juga menganut prinsip “continuity and change” atau dapat dikatakan bahwa institusi pendidikan Islam akan terus melakukan perubahan dan adopsi inovasi tetap mempertahankan tradisi yang baik dan bermanfaat[2].
Ketika Indonesia merdeka, perdebatan tentang pendidikan Islam juga mengemuka, berawal ketika dikemukakan pertanyaan apakah PAI itu harus atau tidak? Karena, dalam UU no.4/1950 (Juncto UU No.12/1954), rumusan mengenai pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri akhirnya tercantum dalam bab XII tentang pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri, Pasal 20 ayat 1) dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran  tersebut 2) cara menyelenggrakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Agama. Sementara dalam Undang-Undang tersebut, tidak ditemukan nomen klatur lembaga pendidikan Islam kecuali hanya sekolah agama tetapi tidak ada penjelasan apakah sekolah agama yang dimaksud adalah madrasah atau satuan pendidikan lainnya[3].
Perdebatan tersebut ternyata masih terus berlangsung hingga menjelang dan pasca disahkannnya ketentuan tentang pendidikan, khususnya UU No. 2/1989 dan UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan nasional, PP No.19/2005 tentang standar nasional pendidikan dan PP No.55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Karena seperangkat ketentuan tersebut semakin memperkuat eksistensi PAI dan kelembagaan pendidikan Islam[4].
Yang menarik, bahwa hampir seluruh prediksi futuristic yang dikemukakan, sampai pada tingkat tertentu telah menjadi kenyataan. Sebagian mungkin belum namun indikasi ke rah itu sudah mulai terlihat sehingga trend tersebut menjadi realitas dalam kehidupan, yang dijadkan acuan analisisi dalam mendesain peran strategis pendidikan Islam, meskipun kesemuannya harus dilihat sebagai hipotesis dengan kemungkinan pembuktian yang relative tinggi.[5]

B.     Rumusan Masalah
1.      Mengapa eksistensi pendidikan Islam harus tetap diperjuangkan?
2.      Bagaiman Pendidikan Islam dan Trend Perubahan Kebijakan?
3.      Bagaimana analisis SWOT Pendidikan Islam dalam Kebijakan Pendidikan islam?

C.    Tujuan Makalah
1.      Menjelaskan eksistensi pendidikan Islam harus tetap diperjuangkan.
2.      Menjelaskan Pendidikan Islam dan Trend Perubahan Kebijakan.
3.      Menjelaskan analisis SWOT Pendidikan Islam dalam Kebijakan Pendidikan islam

D.    Eksistensi Pendidikan Islam dalam Kebijakan Pendidikan Islam
Masalah mengapa eksistensi pendidikan Islam harus tetap diperjuangkan? Lima alasan berikut cukup mendasar menyangkut misi pendidikan Islam. Pertama, memastikan bahwa tidak ada satuan (jenis, bentuk, dan jenjang) pendidikan di Indonesia yang menyajikan materi PAI, karena bangsa ini adalah bangsa yang beragama. Kedua, kita ingin memastikan bahwa PAI melahirkan komunitas agama dengan tokoh-tokoh seperti ulama zu’ama, guru agama, dan sebagainya, sehingga dengan PAI kita berupaya membentuk pemahaman komunitas di semua lini dan elemen. Guru Agama  di satua pendidikan sebagai tokoh yang akan membina  dan melahirkan calon-calon ulama dan zu’ama harus berkualitas sehingga tokoh yang dilahirkannya berkualitas. Ketiga, kita ingin memastikan bahwa dengan komunitas PAI telah lahir organisasi, gerakan para ulama, zuama dan sebagaimana yang penyajian PAI akan terbentuk ideology, pandangan hidup, dan sebagainya. Keempat, dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam, kita ingin memastikan akan terjadi proses pengembangan kecerdasan dan pewarisan nilai-nilai keilmuan dan perjuangan di kalangan umat Islam dan kelima dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam ingin memastikan akan terjadi proses pengaderan ulama, zuama, dan professional yang dilakukan secara sistematik dan berkelanjutan, sehingga peradaban medatang akan diwarnai komitmen pengembangan pendidikan Islam[6]
Ketercapaian eksistensi PAI dalam kebijakan semakin terlihat setelah lahirnya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam hubungan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat. Hampir seluruh kewenangan pemerintahan yang sebelumnya (sebelum diundangkannya UU tersebut) bertanda ditangan Pemerintah Pusat, kini dialihkan (dilimpahkan) ke Pemerintah Daerah. Inilah yang kemudian dikenal dengan desentralisasi atau otonomi daerah. Dalam pasal 7 UU tersebut menyatakan bahwa kewenangan dearah mencakup kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Bidang lain yang dimaksud meliputi; kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro dan perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pembangunan sumber daya alamserta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional.Dari pasal tersebut hanya lima bidang itulah yang tidak berada dalam wewenang pemerintah daerah. Artinya lima bidang tersebut tetap menjadi wewenang pemerintah pusat. Urusan agama termasuk dalam lima bidang yang wewenangnya tidak diserahkan kepada pemerintah daerah. Itulah sebabnya ketika banyak departemen sibuk merestrukturisasi dan merampingkan departemennya serta menyerahkan sebagian (besar) pegawainya ke pemerintah daerah, departemen agama tidak melakukan hal itu[7].
Dalam masalah ini, ada pendidikan agama yang diurus oleh Kementerian Agama (Dirjen Pendidikan Islam)ada dua macam; (1) pendidikan agama (sebagai mata pelajaran) yang diberikan di sekolah umum; dan (2) Pendidikan agama dalam bentuk kelembagaan seperti madrasah. Dalam hal pendidikan agama di sekolah umum yang dilakukan adalah seperti menentukan isi kurikulum pendidikan agama, pengangkatan guru agama (dulu pernah diserahkan pada Depdikbud/Depdiknas), pelatihan guru agama. Penempatan guru agama dan penentuan jumlah jam pelajaran agama disrahkan kepada Depdiknas. Dalam hal madrasah terutama madrasah negeri wewenang Kementerian Agama adalah menetapkan kurikulum termasuk alokasi waktunya, menyediakan gedung dan fasilitas belajar, menyediakan dana operasional dan gaji pegawai, membina pegawai yang ada dimadrasah tersebut, termasuk pembina[8]
Dapat dikatakan bahwa eksistensi pendidikan Islam lebih merujuk kepada lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti masdrasah sebagai ujung tombak pembuatan kebijakan pendidikan Islam sehingga belum merata antara kebijakan pendidikan Islam di sekolah umum dan sekolah Islam.

E.     Pendidikan Islam dan Trend Perubahan Kebijakan.
Salah satu factor eksternal yang ikut mendorong perubahan keberlangsungan pendidikan Islam di Indonesia adalah kebijakan negara menjadi landasan pengaturan sistem pendidikan nasional. Diskursus lembaga legislative mengisyaratkan adanya factor-faktor yang member warna dinamika pergulatan ide dan pemikiran dalam penetapan kebijakan negara. Namun, umumnya bukan muncul dari keragaman latar belakang etnik, tapi lebih bersumber dari perbedaan orientasi dan cara pandang berkenaan dengan posisi dan peran agama dalam kehidupan bernegara[9].
Perbedaan cara pandang itulah yang juga mewarnai perdebatan dalam melahirkan kebijakan negara tentang pendidkan, terutama berkaitan dengan pendidikan Islam. Dalam perkembangan konstelasi politik Indonesia pasca kemerdekaan. Terjadi pergeseran terus menerus dalam formula politik diantara mereka yang mempunyai pandangan memberikan tempat terhadap peran agama dan menegaskan dalam kehidupan beragama. Sejak masa akhir kekuasaan orde baru. Arah pendulum politik yang berpandangan memberikan tempat bagi agama dan pendidikan Islam. Dengan kata lain, perkembangan  dan perubahan  dalam kebijakan negara ikut menghantrakan pendidikan Islam kepada kedudukan, format, dan model terbaru.
Selain itu, dari sudut pandang perubahan kebijakan, masa depan pendidikan Islam dapat dipahami dan dideteksi dari sejumlah indicator yang bersifat normative dan operasional, yakni: hasil amandemen IV UUD 1945, UU Sisdiknas secara historis, dan Perpu yang cukup apresiasi positif terhadap penguatan peran pendidikan Islam. Hasil amandemen ke-4 UUD 1945 10 Agustus 2002 pada pasal 31 UUD ayat 3 dan 5 mengamanatkan : 3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasioanl yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa diatur dengan undang-undang dan 5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dan persatuan bangsa untuk kemjauan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Dari persepktif pendidikan Islam, norma ini cukup memberikan jaminan konstitusi yang bias mengawal prospek pendidikan islam ke depan. Setisp era Indonesia melakukan perombakan secara sistematik sistem pendidikan nasionalnya melalui pemberlakuan sejumlah undang-undang yang mengatur pendidikan nasional diantaranya[10]:
1.      UU No.4/1950 (UU No.12/1954) zaman orde lama
2.      UU No.2/1989 zaman orde baru
3.      UU no.20/2003 zaman orde reformasi
Dari persepktif pendidikan Islam, posisi dan eksistensi pendidikan Islam dari waktu-waktu semakin menguat. Yang awalnya dalam UU NO4/1950 belum diwajibkan menjadi diwajibkan di UU NO 2/1989 atau UU NO 20/2003. Dari diwajibkan dan menempati grade kedua setelah PKN dalam UU no 2/1989 menjadi diwajibkan dan PAI menempayi grade pertama, selanjutnya diikuti PKN dan bahasa dalam UU No.20/2003. Yang juga menggembirakan adalah bagi pesantren, pendidikan diniyah, ma’had aly, majelis ta’lim juga memperleh pengakuan secara proposional.
Yang lebih menggembirakan dan memunculkan harapan baru bagi pendidikan Islam ke depan adalah diundangkannya PP No.55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. PP ini menjadi acuan operasional penyelengaraan pendidikan Islam. Materi dan nilai-nilai pendidikan Islam seperti pesantren, madrasah diniyah, TPA/TPQ dan majelis ta’lim diakui eksistensinya sehingga mengukuhkan eksistensi pendidikan islam juga memberikan harapan pendidikan islam yang lebih cerah di masa datang[11].

F.     Analisis SWOT dalam Pendidikan Islam
Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), akan tetapi secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan(weakness) dan ancaman( threats). Dengan analisis SWOT tersebut diharapkan lembaga pendidikan Islam  dapat melakukan langkah-langkah strategis.  Strategi adalah suatu cara dimana organisasi atau lembaga akan mencapai tujuannya, sesuai dengan peluang-peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi, serta sumber daya dan kemampuan internal.Setelah melakukan analisis SWOT, berikutnya adalah melakukan langkah-langkah strategis sebagaimana dapat dibagankan sebagai berikut:
1.      Kekuatan
Faktor-faktor kekuatan dalam lembaga pendidikan Islam adalah kompetensi khusus atau keunggulan-keunggulan lain yang berakibat pada nilai plus atau keunggulan komparatif lembaga pendidikan Islam tersebut.Hal ini bisa dilihat jika sebuah lembaga pendidikan Islam harus memiliki skill atau keterampilan yang bisa disalurkan bagi perserta didik, lulusan terbaik/hasil andalan, maupun kelebihan-kelebihan lain yang membuatnya unggul bagi pesaing-pesaing serta dapat memuaskan steakholder maupun pelanggan (peserta didik, orang tua, masyarakat dan bangsa). Bagi sebuah lembaga pendidikan Islam sangat penting untuk mengenali terhadap kekuatan dasar lembaga tersebut sebagai langkah awal atau tonggak menuju pendidikan Islam yang berbasis kualitas tinggi. Mengenali kekuatan dan terus melakukan refleksi adalah sebuah langkah bersar untuk menuju kemajuan bagi lembaga pendidikan Islam.
    b.      Kelemahan
Segala sesuatu pasti memiliki kelemahan adalah hal yang wajar tetapi yang terpenting adalah bagaimana sebagai penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan Islam bisa meminimalisir kelemahan-kelemahan tersebut atau bahkan kelemahan tersebut menjadi satu sisi kelebihan yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan Islam lain. Kelemahan ini bisa kelemahan dalam sarana dan prasarana, kualitas atau kemampuan tenaga pendidik, lemahnya kepercayaan masyarakat, tidak sesuainya antara hasil lulusan dengan kebutuhan masyarakat atau dunia usaha dan industri dan lain-lain. Untuk itu, beberapa faktor kelemahan yang harus segera dibenahi oleh para pengelola lembaga pendidikan Islam, antara lain ; (1) lemahnya SDM dalam lembaga pendidikan Islam. (2) sarana dan prasarana yang masih sebatas pada sarana wajib saja. (3) lembaga pendidikan Islam swasta umumya kurang bisa menangkap peluang, sehingga mereka hanya puas dengan keadaan yang dihadapi sekarang ini. (4) uotput lembaga pendidikan Islam belum sepenuhnya bersaing dengan output lembaga pendidikan Islam yang lain dan sebagainya.
    c.         Peluang
Peluang adalah suatu kondisi lingkungan eksternal yang menguntungkan bahkan menjadi formulasi dalam lembaga pendidikan Islam. Formulasi  lingkungan tersebut misalnya: (1) kecenderungan penting yang terjadi dikalangan peserta didik. (2) identifikasi suatu layanan pendidikan Islam yang belum mendapat perhatian. (3) perubahan dalam keadaan persaingan. (4) hubungan dengan pengguna atau pelanggan dan sebagainya. Peluang pengembangan lembaga pendidikan Islam antara lain : Di era yang sedang krisis moral dan krisis kejujuran seperti ini diperlukan peran serta pendidikan Islam agama Islam yang lebih dominan. Pada kehidupan masyarakat kota dan modern yang cenderung konsumtif dan hedonis, membutuhkan petunjuk jiwa, sehingga kajian-kajian agama berdimensi sufistik kian menjamur. Ini menjadi salah satu peluang bagi pengembangan lembaga pendidikan Islam kedepan
    d.      Ancaman
Ancaman merupakan kebalikan dari sebuah peluang, ancaman meliputi faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan bagi sebuah lembaga pendidikan Islam. Jika sebuah ancaman tidak ditanggulangi maka akan menjadi sebuah penghalang atau penghambat bagi maju dan peranannya sebuah lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Contoh ancaman tersebut adalah: minat peserta didik baru yang menurun, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam tersebut dan lain-lain. Adanya lembaga pendidikan Islam Islam baru di area yang sama. Persaingan harga dengan lembaga pendidikan Islam lain.Lembaga pendidikan Islam lain mengeluarkan lulusan baru yang inovativ, Lembaga pendidikan Islam lain memegang pangsa pasar terbesar
G.    Kesimpulan
1.      Eksistensi PAI semakin terlihat dan trend perubahan kebijakan Islam berlangsung secara terus menerus. Kebijakan yang dilakukan menuju perbaikan PAI yang lebih cerah di masa mendatang
2.      Pendidikan dan trend kebijakan pendidikan islam semakin menguat dari orde ke orde dari yang awalnya di belum diwajibkan menjadi diwajibkan. Semakin terbentuk human resource yang berwawasan global tetapi berkepribadian muslim

3.      Ada banyak hal yang perlu dianalisis dalam pendidikan Islam terkait kebijakan pendidikan Islam diantaranya kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman






               DAFTAR PUSTAKA
 Aziz,Mohammad Ali “Tantangan Pendidikan Islam di Era Global”, Jurnal tarbawiyah, STAI
AL-KHOZINY: Program Pasca Sarjana PAI, 2012.
Mansykur h mansykur, “Kebijakan Pemerintah tentang Pendidikan Islam” dalam majalah ilmiah
solusi unsika issn 1412-86676 vol. 10 no. 22 ed. mar - mei 2012.
 Soebahar,Abd Halim. 2013Kebijakan Pendidikan Islam dan Ordonasi Guru Sampai UU
Sisdiknas, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2013



[1] Mohamad Ali Aziz, “Tantangan Pendidikan Islam di Era Global”, Jurnal tarbawiyah, STAI AL-KHOZINY: Program Pasca Sarjana PAI, 2012hlm 1-2
[2] Abd Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam dan Ordonasi Guru Sampai UU Sisdiknas, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2013 hlm182
[3] Ibid, hlm 182
[4] Ibid, hlm 182
[5] Ibid, hlm 185
[6] Ibid, hlm 182-183
[7] mansykur h mansykur, “Kebijakan Pemerintah tentang Pendidikan Islam” dalam majalah ilmiah solusi unsika issn 1412-86676 vol. 10 no. 22 ed. mar - mei 2012 hlm 6

[8] Ibid hlm 7
[9] Abd Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam dan Ordonasi Guru Sampai UU Sisdiknas, hlm 185
[10] Abd Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam dan Ordonasi Guru Sampai UU Sisdiknas,hlm 186
[11] Abd Halim Soebahar, Kebijakan Pendidikan Islam dan Ordonasi Guru Sampai UU Sisdiknas,hlm 187

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pihak yang terlibat dalam Pengembangan Kurikulum

strategi marketing mix " Cappucino Cincau"

CONTOH JOBS DESCRIPTION KEPANITIAN