Istishab

  Pengertian Istishhab
Menurut para ulama’ ushul fiqh istishhab ialah tetap berpegang pada hokum yang telah ada dari suatu kejadian samapi ada dalil yang mengubah hokum tersebut.
 Para ulama’ mengartikan istishhab adalah:
a.       Segala hukum yang telah ditetapkan pada masa lalu, dinyatakan tetap berlaku pada masa sekarang, kecuali ada dalil yang mengubahnya.
b.      Segala hukum yang ada pada masa sekarang, tentu telah ditetapkan pada masa lalu.
Contoh Istishhab:
Perkawinan antara A dan B, kemudian mereka pisah/berjauhan karena suatu pekerjaan selama 15tahun. Karena lamanya mereka berjauhan sehingga B ingin menikah dengan laki-laki C maka siB tidak bisa menikah dengan C karena masih talli perkawinan antara A dan B. Begitu sebaliknya, A juga tidak bisa menikah tanpa izin dari B karena masih ada ikatan perkawinan yang sah.


              Dasar Hukum Istishhab

Istishhab bukanlah suatu cara menetapkan hokum tetapi cara untuk menguatkan hukum yang pernah ditetapkan karena tidak ada yang mengubahnya atau mengecualikannya. Para ulama’ hanafiyah juga mengatakan bahwa istishhab hanya mempertahankan hukum yang baru.

Macam-macam Istishhab

1.      Istishhab Berdasarkan Akal
Berdasarkan akal istishhab diciptakan berdasar kaidah-kaidah sebagai berikut:
a). Menurut hukum asal segala sesuatu itu mubah selama tidak ada larangan.
b). Menurut hukum asal manusia bebas dari tanggungan.
c). Menurut hukum asal manusia tidak ada tanggunggan
Contoh Istishhab Berdasarkan Akal:
Berdasarkan Q.S Al-Baqarah: 29 dijelaskan bahwa Allah yang menjadikan semua yang ada di bumi untuk manusia dihalalkan bagi manusia memakan apa saja yang ada di bumi untuk kemanfaatan dirinya. Sehingga telah dijelaskan bahwa manusia boleh makan segala sesuatu yang ada di bumi, meminum khamr selagi tidak memabukkan diperbolehkan.  Kemudian turun Q.S Al-Maidah: 90 dijelaskan bahwa manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi dan meminum khamr itu haram walau hanya sedikit.
2.      Istishhab Berdasarkan Hukum Syara’
Berdasarkan istishhab hukum syara’ diciptakan kaidah-kaidah:
a). Hukum yang telah diciptakan dengan yakin itu tidak akan hilang oleh hukum yang telah ditetapkan dengan ragu-ragu (misal: wudhu bersentuhan dengan laki-laki batal atau tidak).
b). Menurut hukum asal ketetapan hukum yang telah ada, berlaku menurut keadaan, hingga ada ketetapan yang mengubahnya.
c). Menurut hukum asal ketetapan hukum yang telah ada berlaku menurut keadaan adanya, hingga ada dalil yang mengubahnya. (misal: transformasi pajak ke zakat).



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pihak yang terlibat dalam Pengembangan Kurikulum

strategi marketing mix " Cappucino Cincau"

CONTOH JOBS DESCRIPTION KEPANITIAN