TEORI INTERAKSI SIMBOLIK (Sospen)
“Teori Interaksi Simbolik”
Menjamurnya Bahasa Alay di Kalangan Anak Muda
            Dari
 tahun ke tahun yang namanya anak muda selalu memiliki style 
sendiri-sendiri. Misalnya, tahun 2000 anak muda lebih bergaya millenium 
dan berbicara dengan bahasa yang formal. Hal itu dapat terjadi karena  adanya interaksi simbolik. Lalu apa yang dinamakan interaksi simbolik?. Dengan
 mengetahui interaksionisme simbolik sebagai teori maka kita akan bisa 
memahami fenomena sosial lebih luas melalui pencermatan individu. Ada 
tiga premis utama dalam teori interaksionisme simbolis ini, yakni 
manusia bertindak berdasarkan makna-makna; makna tersebut didapatkan 
dari interaksi dengan orang lain; makna tersebut berkembang dan 
disempurnakan saat interaksi tersebut berlangsung.Menurut KJ Veeger[5] 
yang mengutip pendapat Herbert Blumer, teori interaksionisme simbolik 
memiliki beberapa gagasan. Di antaranya adalah mengenai Konsep Diri. 
Teori interaksionisme simbolis memandang bahwa “arti” muncul dari proses
 interaksi sosial yang telah dilakukan. Arti dari sebuah benda untuk 
seseorang tumbuh dari cara-cara di mana orang lain bersikap terhadap 
orang tersebut. Sehingga interaksi simbolis memandang “arti” sebagai 
produk sosial; Sebagai kreasi-kreasi yang terbentuk melalui aktifitas 
yang terdefinisi dari individu saat mereka berinteraksi.
Pandangan ini meletakkan teori interaksionisme simbolis pada posisi yang sangat jelas, dengan implikasi yang cukup dalam. Mengikuti penjelasan Abraham (1982)[7], Charles Horton Cooley adalah tokoh yang amat penting dalam teori ini. Pemikiran sosial Cooley terdiri atas dua asumsi yang mendalam dan abadi mengenai hakikat dari kehidupan sosial, yaitu bahwa kehidupan sosial secara fundamental merupakan sebuah evolusi organik, dan bahwa masyarakat itu secara ideal bersifat demokratis, moral, dan progresif. Konsep evolusi organik-nya Cooley berbeda secara hakiki dari konsepnya Spencer dan para ilmuwan sosial abad kesembilan belas.Setiap interaksi manusia selalu dipenuhi dengan simbol-simbol, baik dalam kehidupan sosial maupun kehidupan diri sendiri. Diri tidak terkungkung melainkan bersifat sosial. Orang lain adalah refleksi untuk melihat diri sendiri. Dari penjelasan ini berarti bahwa teori interaksi simbolik merupakan perspektif yang memperlakukan individu sebagai diri sendiri sekaligus diri sosial. Teori Interaksi Simbolik yang masih merupakan pendatang baru dalam studi ilmu komunikasi, yaitu sekitar awal abad ke-19 yang lalu. Sampai akhirnya teori interaksi simbolik terus berkembang sampai saat ini, dimana secara tidak langsung SI merupakan cabang sosiologi dari perspektif interaksional (Ardianto. 2007: 40).
Pandangan ini meletakkan teori interaksionisme simbolis pada posisi yang sangat jelas, dengan implikasi yang cukup dalam. Mengikuti penjelasan Abraham (1982)[7], Charles Horton Cooley adalah tokoh yang amat penting dalam teori ini. Pemikiran sosial Cooley terdiri atas dua asumsi yang mendalam dan abadi mengenai hakikat dari kehidupan sosial, yaitu bahwa kehidupan sosial secara fundamental merupakan sebuah evolusi organik, dan bahwa masyarakat itu secara ideal bersifat demokratis, moral, dan progresif. Konsep evolusi organik-nya Cooley berbeda secara hakiki dari konsepnya Spencer dan para ilmuwan sosial abad kesembilan belas.Setiap interaksi manusia selalu dipenuhi dengan simbol-simbol, baik dalam kehidupan sosial maupun kehidupan diri sendiri. Diri tidak terkungkung melainkan bersifat sosial. Orang lain adalah refleksi untuk melihat diri sendiri. Dari penjelasan ini berarti bahwa teori interaksi simbolik merupakan perspektif yang memperlakukan individu sebagai diri sendiri sekaligus diri sosial. Teori Interaksi Simbolik yang masih merupakan pendatang baru dalam studi ilmu komunikasi, yaitu sekitar awal abad ke-19 yang lalu. Sampai akhirnya teori interaksi simbolik terus berkembang sampai saat ini, dimana secara tidak langsung SI merupakan cabang sosiologi dari perspektif interaksional (Ardianto. 2007: 40).
            Interaksi
 simbolik menurut perspektif interaksional, dimana merupakan salah satu 
perspektif yang ada dalam studi komunikasi, yang barangkali paling 
bersifat ”humanis” (Ardianto. 2007: 40). Dimana, perspektif ini sangat 
menonjolkan keangungan dan maha karya nilai individu diatas pengaruh 
nilai-nilai yang ada selama ini. Perspektif ini menganggap setiap 
individu di dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, berinteraksi di 
tengah sosial masyarakatnya, dan menghasilkan makna ”buah pikiran” yang 
disepakati secara kolektif. Dan pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa 
setiap bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh setiap individu, akan
 mempertimbangkan sisi individu tersebut, inilah salah satu ciri dari 
perspektif interaksional yang beraliran interaksionisme simbolik.
            Teori
 interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan 
interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu 
(Soeprapto. 2007). Banyak ahli di belakang perspektif ini yang 
mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep
 sosiologi. Mereka mengatakan bahwa individu adalah objek yang bisa 
secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan 
individu yang lain. Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) 
dalam West-Turner (2008: 96), interaksi simbolik pada intinya 
menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia,
 bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana 
cara dunia membentuk perilaku manusia.
            Interaksi
 simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal 
dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di 
tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, 
serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana 
individu tersebut menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas (1970) 
dalam Ardianto (2007: 136), Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak 
ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan 
dengan individu lain melalui interaksi.
Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara lain:
(1) Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain,
(2) Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya, dan
(3) Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.”Mind, Self and Society” merupakan karya George Harbert Mead yang paling terkenal (Mead. 1934 dalam West-Turner. 2008: 96), dimana dalam buku tersebut memfokuskan pada tiga tema konsep dan asumsi yang dibutuhkan untuk menyusun diskusi mengenai teori interaksi simbolik.
Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara lain:
(1) Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain,
(2) Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya, dan
(3) Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.”Mind, Self and Society” merupakan karya George Harbert Mead yang paling terkenal (Mead. 1934 dalam West-Turner. 2008: 96), dimana dalam buku tersebut memfokuskan pada tiga tema konsep dan asumsi yang dibutuhkan untuk menyusun diskusi mengenai teori interaksi simbolik.
Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain:
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia,
2. Pentingnya konsep mengenai diri,
3. Hubungan antara individu dengan masyarakat.
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia,
2. Pentingnya konsep mengenai diri,
3. Hubungan antara individu dengan masyarakat.
Tema
 pertama pada interaksi simbok berfokus pada pentingnya membentuk makna 
bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa 
dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada 
artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh 
individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat 
disepakati secara bersama. Hal ini sesuai dengan tiga dari tujuh asumsi 
karya Herbert Blumer (1969) dalam West-Turner (2008: 99) dimana 
asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:
1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka,
2. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia,
3. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.
1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka,
2. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia,
3. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.
Tema
 kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” 
atau ”Self-Concept”. Dimana, pada tema interaksi simbolik ini menekankan
 pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, 
didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema ini memiliki
 dua asumsi tambahan, menurut LaRossan & Reitzes (1993) dalam 
West-Turner (2008: 101), antara lain:
1. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain,
2. Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku.
1. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain,
2. Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku.
Kasus  Aktualnya.
            Teori
 interaksi simbolik akan lebih mempermudah dalam memahami apa sih yang 
anak muda banggakan dengan memakai bahasa alay. Bahasa yang menggunakan 
ejaan dan pengucapan yang tidak sewajarnya seperti bahasa kita 
sehari-hari. Bahasa alay adalah sebutan bagi bahasa anak muda yang alay 
atau anak muda yang sering disebut lebay. Misalnya, loe-gue end artinya 
kamu dan aku sudah selesai. Hal ini, akan mempengaruhi kita untuk 
mengetahui lebih lanjut tentang interaksi pergaulan mereka yang 
menggunakan bahasa yang lebay itu. Menurut teori interaksi simbolik 
kecenderungan anak muda memakai bahasa alay adalah mereka merasa 
dihargai dan lebih menonjol dengan sebutan anak gaul jika mereka memakai
 bahasa alay. Bahasa yang sering tidak dimengerti oleh orang lain 
khususnya orang tua akan lebih membuat mereka mudah berinteraksi dan 
mencurahkan isi hati mereka kepada teman sebaya karena orang yang lebih 
tua belum tentu akan mengerti. Maka dari itu, mereka akan bangga dengan 
bahasa mereka yang menurut mereka sering membuat orang lain 
terheran-heran akan kelebihan mereka memakai bahasa alay dan itu akan 
berdampak bagaimana orang lain menilai mereka sebagai sosok yang 
memiliki pergaulan luas sebagai makhluk sosial. Apalagi, remaja masa 
kini sering kali ingin diakui keberadaannya dan ini loh aku ada didekat 
kalian ibarat katanya seperti itu. Menjamurnya bahasa alay adalah makna 
bahwa anak sekarang itu ingin lebay agar mereka diperhatikan. 
Penghargaan yang diberikan kepada pengguna bahasa alay dengan sebutan 
gaul adalah penghargaan diri menjadi sosok yang “wah” atu hebat.
            Akan
 tetapi, sekarang pergeseran tentang penghargaan bahwa anak alay sebagai
 anak gaul membuat komunitas anak alay ini menjadi suatu komunitas yang 
akan memberi dampak sosial kemasyarakatan bagi masyarakat yang hidup 
dilingkungannya. Bahasa alay sekarang malah diidentikan bahasa yang 
tidak efektif dan cenderung susah dipahami. Sehingga, sekarang ini anak 
alay dimaknai sebagai sosok yang kurang dapat memakai bahasa yang baik 
dan benar. Padahal, bahasa alay adalah ciri khas dari anak yang gaul 
sekarang sudah bergeser pada perilaku kurang menghargai bahasa indonesia
 dan cenderung pergaulan yang berlebihan(bahasa yang hiperbola). Karena 
bahasa alay adalah bahasa yang hiperbola(lebay) malah dipandang 
masyarakat sebagai bahasa yang kurang sopan dan memiliki efek negatif 
bagi perilaku anak. Tetapi, disisi lain yaitu anak muda tetap menganggap
 bahasa alay sebagai bahasa gaul.
                                                DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar Maju.
Kam. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3 – Cetakan 1.Jakarta: Balai Pustaka.
Terjemahan edisi Indonesia 1 (Chapter 1-9), dan edisi Indonesia 2 (Chapter 10-16).
Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Buku 1 edisi ke-3. Terjemahan. Maria Natalia
Damayanti Maer. Jakarta: Salemba Humanika.
Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar Maju.
Kam. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3 – Cetakan 1.Jakarta: Balai Pustaka.
Terjemahan edisi Indonesia 1 (Chapter 1-9), dan edisi Indonesia 2 (Chapter 10-16).
Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Buku 1 edisi ke-3. Terjemahan. Maria Natalia
Damayanti Maer. Jakarta: Salemba Humanika.
SUMBER INTERNET:
Fitraza, Vicky. 2008. Teori Interaksi Simbolis (Symbolic Interaction Theory). Psychopreneurship – blog kumpulan teori psikologi. Melalui http://psynetpreneur.blogspot.com/2008/08/teori-interaksi-simbolis-symbolic.html [08/09/2008]
Hendariningrum, Retno dan Dewi Novianti. 2009. Bab 5: Interaksi Sosial.
Pengantar sosiologi. Melalui http://pengantar-sosiologi.blogspot.Com/2009/04/bab-5-interaksi-sosial.html [04/13/2009]
Soeprapto, Riyadi. 2007. Teori Interaksi Simbolik. Averroes Community – Membangun Wacana Kritis Rakyat. Melalui http://www.averroes.or.id/research/teori-interaksionisme-simbolik .html [12/12/2007]
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2007. Teori Interaksionisme Simbolik. Melalui http://indiwan.blogspot.com/2007/08/teori-interaksionisme-
simbolik.html [08/15/2007]
Fitraza, Vicky. 2008. Teori Interaksi Simbolis (Symbolic Interaction Theory). Psychopreneurship – blog kumpulan teori psikologi. Melalui http://psynetpreneur.blogspot.com/2008/08/teori-interaksi-simbolis-symbolic.html [08/09/2008]
Hendariningrum, Retno dan Dewi Novianti. 2009. Bab 5: Interaksi Sosial.
Pengantar sosiologi. Melalui http://pengantar-sosiologi.blogspot.Com/2009/04/bab-5-interaksi-sosial.html [04/13/2009]
Soeprapto, Riyadi. 2007. Teori Interaksi Simbolik. Averroes Community – Membangun Wacana Kritis Rakyat. Melalui http://www.averroes.or.id/research/teori-interaksionisme-simbolik .html [12/12/2007]
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2007. Teori Interaksionisme Simbolik. Melalui http://indiwan.blogspot.com/2007/08/teori-interaksionisme-
simbolik.html [08/15/2007]
Komentar
Posting Komentar