Resensi Buku Habibie Ainun
Mana Mungkin Aku
Setia…
Sebenarnya ini
bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu
bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian
adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini
adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang
membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan
bahwa kematian
benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang,
sekejap saja, lalu
rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku seperti tak
di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang,
rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang
jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan
yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada.
“Aku bukan hendak
mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.”
Mereka mengira aku
lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka
sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
Mana mungkin aku
setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua,
tapi kau ajarkan
aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta,
sehingga aku mampu
mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan, Kau
dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada
untukku, dan sekarang kembali tiada.
Selamat jalan
sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
Selamat jalan,
calon bidadari surgaku ….
(Bacharuddin Jusuf
Habibie, Habibie dan Ainun)
Penggalan puisi di atas adalah ungkapan kehilangan yang
sangat dalam dari Pak Habibie saat beliau harus merelakan sang istri, Ibu Ainun
Habibie pergi menghadap Allah terlebih dahulu. Kehilangan inilah yang membuat
Pak Habibie harus melewati perawatan psikologi salah satunya dengan terapi
menulis yang kemudian menghasilkan sebuah buku biografi yang luar biasa
berjudul Habibie dan Ainun. Sepanjang membaca buku Habibie dan Ainun ini terasa
sekali kedalaman cinta dari Pak Habibie kepada istrinya. Banyak ungkapan yang
selalu didengungkan beliau tentang betapa bahagia dan beruntungnya mendapatkan
istri yang selalu diliputi kesabaran dan tanggung jawab.
Buku kisah cinta Habibie dan Ainun ini bercerita berbagai
kisah cinta yang menarik antara Pak Habibie dan Ibu Ainun dalam rentang waktu
kebersamaan mereka selama 48 tahun 10 hari hingga maut memisahkan. Dari
perkenalan tanpa sengaja dengan Bu Ainun di rumah keluarga Besari hingga mereka
berdua menikah. Sebagai lulusan insinyur dan bekerja sebagai asisten peneliti
di Institut Konstruksi Ringan, di Jerman, maka setelah menikah mereka pun harus
hijrah ke Jerman. Banyak lika-liku yang harus dijalani pasangan baru tersebut,
terutama berkenaan dengan biaya hidup dan tempat tinggal yang harus dipenuhi.
Dari sini sudah mulai diceritakan tentang ketegaran Bu Ainun yang kemudian akan
semakin banyak dijabarkan Pak Habibie di sepanjang kisahnya.
Banyak ujian, banyak permasalahan dalam alur kehidupannya,
apalagi ketika Pak Habibie dan Bu Ainun ingin mengambil pensiun namun kondisi
tidak memungkinkan, karena Pak Habibie harus menerima tanggung jawab sebagai
Wakil Presiden. Semua dapat dilalui dengan peran besar dari Bu Ainun yang
selalu setia mendampingi dan memberikan masukan kepada sang suami.
Kisah mulai mengharukan ketika Bu Ainun menderita penyakit
jantung, yang mengharuskannya menjalani operasi klep jantung. Jika dahulu Bu
Ainun yang harus senantiasa mendampingi Pak Habibie dengan intensitas
pekerjaannya yang tinggi, maka sekarang Pak Habibie yang terus berupaya
menemani sang istri menjalani berbagai proses penyembuhan yang membutuhkan
waktu hampir 10 tahun. Terasa sekali bahwa fase kehidupan inilah dan setelahnya
yang banyak memeras psikologi Pak Habibie. Namun beruntunglah Pak Habibie
memiliki agama dan Tuhan yang selalu tertanam dalam jiwanya, sehingga tidak
membuatnya kehilangan kendali diri saat sang istri pergi selamanya.
Buku ini sangat menyentuh bagi saya karena saya seakan-akan
dapat merasakan kepedihan yang sangat mendalam ketika Pak Habibie harus tabah
ditinggalkan oleh Bu Ainun setelah kurang lebih 48 tahun hidup bersama,
melewati suka dan duka bersama. Buku ini dapat menjadi refleksi atau pelajaran
serta inspirasi bagi kita semua, terutama bagi yang ingin belajar bagaimana
menjadi suami dan istri yang baik. Buku ini juga mengajarkan saya, bahwa kita
boleh mencintai seseorang namun janganlah melebihi cintamu kepada Allah. Karena
semua yang kita miliki sekarang hanya bersifat sementara, semuanya akan kembali
kepada Allah dan seberapapun beratnya, kita harus ikhlas dan tabah untuk
melaluinya.
Komentar
Posting Komentar