Postingan

GURU DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI MADRASAH

Kurikulum merupakan kunci proses pembelajaran dalam pendidikan formal. Pengembangan adalah suatu cara untuk penyempurnaan untuk terus dilakukan. Apabila pengembangan tersebut dirasa sudah cukup untuk dilakukan secara terus menerus sebagai penegmbangan maka pengembangan dapat dikatakan berakhir. Peran guru dalam pengembangan kurikulum sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Guru adalah perencana, pelaksana, dan pengembangan kurikulum bagi kelasnya. Gurulah yang merumuskan kembali kurikulum dari pusat ke dalam kelas apakah sesuai atau tidak untuk diberikan pada siswa, sehingga guru dapat dikatakan sebagai penyempurna atau pengembangan kurikulum. Selain guru sebagai penyempurna kurikulum, ia juga mempunyai bakat mengajar dan mendisain bagaimana mengajar dengan baik menciptakan situasi belajar dengan penuh semangat dan memotivasi peserta didik. Dilihat dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi, sentra

SHALAT SEBAGAI ALTERNATIVE PEMBENTUKAN KARAKTER

Pendidikan karakter menjadi isu menarik dan hangat dibicarakan kalangan praktisi pendidikan akhir-akhir ini. Hal ini karena dunia pendidikan selama ini dianggap terpasung oleh kepentingan-kepentingan yang absurd , hanya mementingkan kecerdasan intelektual, akal, dan penalaran, tanpa dibarengi dengan intensifnya pengembangan kecerdasan hati, perasaan, dan emosi. Output pendidikan memang menghasilkan orang-orang cerdas, tetapi kehilangan sikap jujur dan rendah hati. Mereka terampil, tetapi kurang menghargai sikap tenggang rasa dan toleransi. Imbasnya, apresiasi terhadap keunggulan nilai humanistik, keluhuran budi, dan hati nurani menjadi dangkal. [1] Dalam konteks yang demikian, pendidikan selama ini dianggap telah melahirkan manusia-manusia berkarakter oportunis, hedonis , tanpa memiliki kecerdasan hati, emosi dan nurani. Tidaklah mengherankan jika kasus-kasus yang merugikan negara dan masyarakat (seperti kasus Akil Muchtar ketua Mahkamah Konstitusi, kasus Prof. Dr. Rudi Rubiandi