Omah Data

BOOK REVIEW

MENGGAGAS FORMAT PENDIDIKAN NONDIKOTOMIK:HUMANISME RELIGIUS SEBAGAI PRADIGMA PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi
Materi Kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Prof.H.Abdurrahman Mas’ud, M.A.Ph.D



ABSTRAK
Fakta Sejarah mengindikasikan bahwa sejak abad ke-12 hingga kini ada the decline of Islamic learning menurunya tradisi belajar yang benar di kalangan kaum muslimin. Buku ini membuktikan bab utama layunya intelektualisme Islam adalah saat terjadi dikotomi keilmuan dalam dunia pendidikan Islam. Selain masalah dikotomi ilmu agama dan ilmu nonagama, tampaknya dunia pendidikan Islam mengemban masalah dikotomi antara wahyu dan alam serta wahyu dan akal[1].
Yang ingin ditekankan di sini adalah bahwa reformasi pendidikan agama Islam identik dengan demokratisasi pendidikan agama Islam secara konsisten, kontinu, dan komprehensif serta sejauh mana sistem pendidikan Islam dalam rangka mempersiapkan abdullah dan khalifatullah[2] sebagai SDM yang diidealkan mampu merekonstruksi ajaran-ajaran dasar Islam dan merespons konsep-konsep modern dengan menjadikan anak didik sebagai pusat proses belajar mengajar.  Konsep Humanisme Religius sebagai solusi atas terjadinya dikotomik di dalam dunia pendidikan Islam. Munculnyasistem dikotomik di dalam dunia pendidikan Islam telah dianggap oleh kebanyakan tokoh Islam sebagai penyebab utama atas decadency in Islamic civilization.
Dalam buku ini terdapat 6 bab, pada bab 1 ini menjelaskan akar-akar masalah dalam dunia pendidikan Islam. Dalam bab ke 2 mengkaji tentang landasan ideologis pendidikan Islam. Sementara itu, di bab 3 berisi survei historis yang berkaitan dengan munculnya era nondikotomik dan dikotomik dalam pendidikan Islam. Pada bab 4 dibicarakan tentang humanisme religius . Selanjutnya bab 5 dijelaskan mengenai dampak humanisme religius dalam Islam dan perlunya perombakan yang meliputi aspek guru, metode, murid, materi, dan evaluasi. Bab 6 berisi kalam akhir yang merupakan rangkuman dan kesimpulan[3].











A.     Problem, or Question, and Sense of Academic Crisis (The Background)
Secara umum latar belakang ide model pendidikan nondikotomik versi Prof. Abdurahman Mas’ud ini dilatarbelakangi oleh dua bentuk yaitu secara akademis dan secara non-akademis sebagai berikut:
1.      Secara akademis
Semenjak kelahiran Islam pada abad ke-7 sampai abad ke-11, Islam telah menunjukkan kehebatannya yang mampu melahirkan pemikir-pemikir Islam yang pandai di segala bidang keilmuan dengan beberapa lintas keilmuan yang mereka miliki baik umum maupun agama di samping itu mereka juga memiliki akhlak yang tinggi. Gerangan apa yang terjadi saat ini Islam telah mengalami krisis yang berkepanjangan dan entah sampai kapan semuanya ini akan berakhir sehingga Islam bisa jaya kembali. Dengan adanya decadency di dalam Islam tersebut Prof. Abdurrahman Mas’ud menerangkan[4]:
“Menarik untuk disimak kembali bahwa pada puncak kemajuan peradaban Islam, empat belas abad pertama sejak kemunculannya agama ini (7-11 M), tidak ditemukan dikotomi antara ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Pengaruh perdana Yunani kuno, Firs Wafe Of Helenism (meminjam istilah Montgomery watt, 1973), tidak pernah disambut dengan antagonisme dalam empat abad pertama peradaban Islam. Namun setelah simtom dikotomi menimpa umat Islam di abad ke-12, perkembangan berikutnya adalah orientasi umat Islam yang lebih puas pada pendalaman ilmu agama dengan supremasi fiqih tanpa diimbangi dengan cabang-cabang ilmu lain yang luas sebagaimana prestasi mengesankan yang pernah diraih di masa-masa sebelumnya. Di sinilah terlihat secara jelas bagaimana kemunduran peradaban. Culture decline, mulai menghinggapi dunia Islam[5].
2.      Secara Non-Akademis
Adapun solusi yang tepat untuk mengatasi adanya dikotomik di dalam pendidikan Islam dan bentuk pendidikan Islam yang paling ideal pada zaman sekarang dengan tanpa dikotomisasi ilmu.

Seperti yang telah diketahui bahwa pendidikan dikotomik sudah mendarah daging sampai sekarang  dan menyisakan image bahwa Islamic learning identik dengan kejumudan, kemandegan dan kemunduran.[6]Prof. Abdurrahman Mas’ud membagi bentuk dikotomik dalam dunia pendidikan Islam menjadi tiga bentuk yaitu:
1.      Ilmu agama dan ilmu nonagama (umum)
Dikotomi tersebut membuat langgengnya supremasi ilmu-ilmu agama yang berjalan secara monotik.
2.      Wahyu dan alam
Sementara, image ini menyebabkan miskinnya penelitian empiris dalam pendidikan Islam karena membedakan Al.qur’an dan Sains. Padahal keduanya dapat digabungkan dan diintegrasikan.
3.      Wahyu dan akal
Sistem hafalan yang tidak mengerjakan akal secara proporsional dan mengesampingkan makna, padahal makna jauh lebih penting karena menurut para ahli filsafat menyatakan bahwa lebih baik salah tapi jelas daripada benar tapi samar-samar dan konsep ini sangat penting dalam meraih kebenaran ilmiah. Sistem hafalan tersebut menurut prof. Abdurrahman Mas’ud adalah dampak dari dikotomi yang ketiga
Prof. Abdurrahman Mas’ud menawarkan suatu paradigma humanisme religious tampak jelas sebagai penawaran atas dikotomik di dalam dunia pendidikan Islam berlandaskan pada keterangan Prof Abdurrahman Mas’ud, menyatakan:
“Sementara itu, humanisme religius sebagai paradigma pendidikan Islam dimaksudkan sebagai tawaran metodologis munculnya sistem dikotomik dalam pendidikan Islam. Secara etimologi humanisme yang dimaksud itu sendiri berarti kesetiaan kepada manusia atau kebudayaan, humanisme is a devition to the humanioties or literary culture. Pencerahan kemanusiaan menjadi sepirit untuk belajar, yang kemudian berkembang di akhir abad pertengahan dengan tulisan-tulisan klasik dan sebuah pembaharuan yang dipercaya dalam kesanggupan kejadian manusia untuk kebenaran dan kesalahan terhadap diri mereka.” [7]
Selanjutnya beliau juga mengatakan:
“Jika kita sepakat bahwa humanisme religius sebagai paradigma, maka orientasi pendidikan kita dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, formal, dan informal perlu diarahkan ke titik ini. Dengan humanisme religius pendidikan Islam tidak akan mengabaikan pentingnya pendidikan alam, lingkiungan, akal, serta pengembangan potensi individu secara maksimal sesuai dengan ajaran dasar Islam yang tidak mendikotomikan elemen-elemen tersebut.”[8]



B.     The Prior Research on Topic
Buku ini mampu menawarkan mencari solusi atas decadency yang terjadi dalam dunia pendidikan Islam sebagaimana tokoh-tokoh Islam lainnya dan konsepnya Humanisme Religius sebagai solusi atas terjadinya dikotomik di dalam dunia pendidikan Islam. Prof. Abdurrahman Mas’ud juga menawarkan suatu paradigma baru yaitu humanisme religius sebagai solusi atas dikotomi keilmuan Islam yang merupakan penyebab utama atas terjadinya decadency culture in Islamic education. Paradigma humanisme religious tampak jelas sebagai penawaran atas dikotomik di dalam dunia pendidikan Islam berlandaskan pada keterangan Prof Abdurrahman Mas’ud, menyatakan:
“Sementara itu, humanisme religius sebagai paradigma pendidikan Islam dimaksudkan sebagai tawaran metodologis munculnya sistem dikotomik dalam pendidikan Islam. Secara etimologi humanisme yang dimaksud itu sendiri berarti kesetiaan kepada manusia atau kebudayaan, humanisme is adevition to the humanioties or literary culture. Pencerahan kemanusiaan menjadi sepirit untuk belajar, yang kemudian berkembang di akhir abad pertengahan dengan tulisan-tulisan klasik dan sebuah pembaharuan yang dipercaya dalam kesanggupan kejadian manusia untuk kebenaran dan kesalahan terhadap diri mereka.” [9]
Selanjutnya beliau juga mengatakan:
“Jika kita sepakat bahwa humanisme religius sebagai paradigma, maka orientasi pendidikan kita dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, formal, dan informal perlu diarahkan ke titik ini. Dengan humanisme religius pendidikan Islam tidak akan mengabaikan pentingnya pendidikan alam, lingkiungan, akal, serta pengembangan potensi individu secara maksimal sesuai dengan ajaran dasar Islam yang tidak mendikotomikan elemen-elemen tersebut.”[10]


C.     The Theoritical Framework/Approach and research methodology
The theoritical framework adalah cara memandang dan cara menjelaskan suatu gejala atau peristiwa dapat juga disebut dengan pendekatan pengkajian Islam. Dalam buku menggagas format pendidikan nondikotomik: humanisme riligius sebagai paradigma pendidikan karya Prof Abdurrahman Mas’ud ini menurut pemakalah menggunakan beberapa pendekatan yaitu :
1.      Pendekatan Sejarah
Seperti yang diketahui bahwa, pendekatan sejarah adalah cara mempelajari sejarah nilai-nilai Islam yang berisikan kisah dan perumpamaan berdasarkan kronologi waktu masa lalu tetapi dalam buku Prof Abdurrahman Mas’ud ini yang digunakan adalah pendekatan sejarah pendidikan Islam sehingga bukan sekedar mendeskripsikan kronologis tokoh dan pemikiran dalam suatu ilmu, melainkan berusaha mengenali paradigma suatu ilmu dan ada tidaknya pergeseran paradigma di dalamnya. Hal ini, mutlak untuk mengembangkan ilmu adalah mengenali paradigma ilmu. Apabila, ingin mengembangkan ilmu namun belum mengetahui paradigma ilmu berarti akan merumuskan suatu ilmu secara tidak maksimal. Hal ini tersirat pada penggalan kutipan buku Prof Abdurrahman Mas’ud adalah sebagai berikut.
“Menarik disimak kembali bahwa puncak kemajuan peradaban Islam, empat abad pertama sejak munculnya agama ini (7-11M), tidak ditemukan dikotomi antara ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Pengaruh perana Yunani Kuno, first wave of Hellenism (meminjam istilah Montgomery Watt,1973) tidak pernah disambut dengan antagonisme dalam emapt abad pertama peradaban Islam. Namun setelah simtom dikotomi menimpa umat Islam di abad ke-12 perkembangan berikutnya adalah orientasi umat Islam yang lebih puas pada pendalaman ilmu agama dengan supremasi fikih tanpa diimbangi dengan cabang-cabang ilmu lain yang lebih luas sebagaimana prestasi mengesankan yang pernah diraih dimasa-masa sebelumnya[11]. Dengan demikian, dikotomi yang berkembang dan masih terasa hingga kini di dunia Islam pada dasarnya bisa dilacak akarhistorisnya. Asumsi umum bahwa dikotomi dalam Islamic learning hanyalah produk penjajah atau pengaruh sekulerisme dunia pendidikan barat agaknya cukup terlambat dan ahistoris”[12].
2.      Pendekatan Interdisipliner
Pendekatan interdisipliner adalah pendekatan holistik-integratif yang berbasis pada komponen-komponen hakikat pendidikan dan pola itu harus diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan Islam sebagai langkah awal menuju paradigma pendidikan nondikotomik yang merupakan turunan dari pendekatan konvensional yang sering dilakukan oleh sekolah. Yang bersifat diakronis. Maka dari itu sifat integreted dan komperhensif mampu diwujudkan lahirlah humanis religius yang akan mampu menjawab sebagai sumber daya manusia yang berkualitas.

D.    The Result of research/The conclusion
Diakui atau tidak sampai saat ini masih ada kesan bahwa pendidikan Islam identik dengan kejumudan, kemandekan, dan kemunduran. Kesan ini didasarkan fakta bahwa dewasa ini mayoritas umat Islam, terutama mereka yang tinggal di negara-negara dunia ke tiga, hidup dalam serba keterbelakangan. Buku ini menawarkan sebuah gagasan format pendidikan nondikotomik dengan humanisme religius sebagai paradigma pendidikan.
E.     The Contribution to Knowledge
Kontribusi buku ini terhadap pendidikan Islam dijelaskan pada bab 5 tentang implikasi humanisme religius dalam pendidikan Islam. Tulisan Prof Abdurrahman Mas’ud merekomendasikan beberapa paradigma dalam dunia pendidikan Islam. Misalnya, perubahan dari punishment-oriented ke reward-oriented secara proporsional edukatif dalam rangka pemberdayaan siswa[13].
1.      Aspek Guru
Secara konvensional, guru paling tidak harus menguasai materi, antusiasme,dan penuh kasih sayang dalam mengajar dan mendidik. Misi utama guru adalah enlightening mencerdaskan bangsa bukan sebaliknya membodohkan bangsa mempersiapkan anak didik sebagai individu yang bertanggung jawab dan mandiri, bukan menjadikan manja dan beban masyarakat. Dalam humanisme religius, guru tidak diperbolehkan memandang anak didik dengan mata sebelah, tidak sepenuh hati atau bahkan memandang rendah kemampuan siswa[14].
2.      Aspek metode
Dalam aspek metode, humanisme religius justru memperbesar peran hubungan, personal relation, antara guru dan murid sebagaimana yang terjadi pada masa klasik Islam. Kata kunci pengembangan metode humanisme religius adalah sejauh mana guru memahami mendekati, dan mengembangkan siswa sebagai individu yang memilki potensi kekhalifahan dan potensi unik sebagai makhluk ciptaan Allah yang didesain sebagai ahsanu taqwim.[15]
3.      Aspek Murid
Humanisme akan memberikan ciri yakni thirst for knowledge dan individualisme. Dua sikap dasar ini dilandasi oleh semangat keagamaan jelas akan mengarahkan siswa pada pencapaian keilmuan sebagaimana yang pernah diperoleh pada masa klasik Islam dan sebagaimana barat yang selalu berada di baris terdepan dalam pengembangan sains dan teknologi[16]
4.      Aspek Materi
Penulis berasumsi  bahwa masalah utama pengajaran agama paling tidak ditandai oleh hal-hal sebagai berikut: a) pengajaran materi secara umum, termasuk pengajaran agama, belum melahirkan creativity, b) Morality atau akhlak di sekolah umum masih menjadi masalah utama, c) Punishment atau azab masih lebih dominan daripada reward atau ajr [17]
5.      Aspek Evaluasi
Evaluasi sebagaimana konsep humanisme religius, baik siswa maupun guru dipandnag sebagai entitas individual yang memiliki tanggung jawab vertikal dan horisontal. Dengan pandangan ini,baik siswa maupun guru sesungguhnya sama-sama memiliki tanggung jawab lebih tinggi.[18]
Sebagaimana rekomendasi studi ini, pendidikan Islam dengan paradigma humanisme religius harus mempertimbangkan akal sehat, individualisme, menuju kemandirian, pendidikan pluralisme, antidikotomi, semangat menggali ilmu yang tulus, fungsionalsime, mengalahkan simbolisme, serta keseimbangan antara penghargaan dan sanksi[19].

F.     The Bookreviewer Critique toward the book/kritik buku
Kelebihan Buku:
1.      Buku ini memberikan rekomendasi konkret tentang keharusan merubah pendidikan dikotomik menjadi nondikotomik sehingga tidak ada lagi pemisahan antara ilmu agama dan pengetahuan umum, wahyu dan alam, yang terakhir wahyu dan akal dengan adanya pembentukan humanisme religius yang disiapkan tidak hanya memahami agama tetapi juga mampu mengimplementasikan ilmu pengetahuan umum untuk manfaat kehidupan manusia.
2.      Buku ini juga mengklasifikasikan aspek pembentuk humanisme religius yakni guru, metode, murid, materi dan evaluasi. Memperlihatkan realita ketika masih adanya dikotomik dan pandangan kedepan ketika realita nondikotomik telah digagas.
3.      Mampu membandingkan antara pendidikan dan kemajuan ilmu dibarat dan pendidikan dan kemajuan ilmu ditimur. Dengan begitu, pembaca mampu mengerti kelebihan dan kekurangan kemajuan keilmuan di belahan dunia manapun sehingga mampu melakukan evaluasi yang signifikan untuk inovasi pendidikan islam selanjutnya.



Kekurangan Buku:
1.    Buku mempergunakan 3 bahasa yakni bahasa arab, inggris, dan indonesia pada beberapa penggalan kata yang digunakan. Namun, kekurangannya belum dilengkapi glosarium sebagai referensi arti katanya.
2.    Dari segi cover buku, cetakan huruf dan lay out tulisan buku kurang menarik karena terlihat kurang modern dan kurang rapi.






          [1] Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik:Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Gama Media,2002 hlm 8-9
          [2] Ibid,.hlm 11
          [3] Ibid,. hlm 17-18
         [4] Abdurrahman Mas’ud, “Tradisi Learning pada Era Pra-Madrasah”, dalam Isma’il SM
(eds.), Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), Cet. I, hlm 186

         [5] Abdurrahman Mas’ud, Antologi Pendidikan Agama (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003)
hlm. 119.

        [6] Abdurrahman Mas’ud, “Tradisi Learning pada Era Pra-Madrasah”,Ibid,.hlm 186
         [7] Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik,Ibid hlm 17
         [8] Ibid,.hlm 59
          [9] Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik,Ibid,.hlm 17
          [10] Ibid,.hlm 59
[11] Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik,Ibid Hlm 5
[12] Ibid,. Hlm 5-6
[13] Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik,Ibid Hlm 194
[14] Ibid,.Hlm 194
[15] Ibid,.Hlm 202
[16]Ibid,. Hlm 205
[17] Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik,Ibid Hlm 206
[18] Ibid,.Hlm 212-213
[19] Ibid,.Hlm 229

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pihak yang terlibat dalam Pengembangan Kurikulum

strategi marketing mix " Cappucino Cincau"

CONTOH JOBS DESCRIPTION KEPANITIAN